Selasa, 27 November 2012

ANALISIS KONEKSITAS KOMUNIKASI ORGANISASI KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU PAREPARE TERHADAP PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI KAWASAN HINTERLAND




BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Pembangunan Nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat
Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan nasional dengan
memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memperhatikan tantangan
perkembangan global (Tap. MPR No. IV/MPR/1999).

Dalam mengimplementasikan pembangunan nasional senantiasa mengacu pada
kepribadian bangsa dan nilai luhur yang universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa
yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju, serta kokoh, baik kekuatan moral
maupun etika bangsa Indonesia. Hal ini sesuai dengan tujuan nasional, sebagaimana yang
termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu :
Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial.

Pernyataan di atas merupakan cerminan bahwa pada dasarnya tujuan pembangunan
nasional adalah untuk mewujudkan kehidupan masyarakat Indonesia yang sejahtera,
lahiriah maupun batiniah. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka pembangunan yang
dilaksanakan oleh bangsa Indonesia merupakan pembangunan yang berkesinambungan,
yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Agar pembangunan yang dilaksanakan lebih terarah dan memberikan hasil dan daya guna
yang efektif bagi kehidupan seluruh bangsa Indonesia maka pembangunan yang
dilaksanakan mengacu pada perencanaan yang terprogram secara bertahap dengan
memperhatikan perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Oleh karena itu pemerintah merancang suatu perencanaan pembangunan yang tersusun
dalam suatu Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun), dan mulai Repelita VII
diuraikan dalam suatu Repeta (Rencana Pembangunan Tahunan), yang memuat uraian
kebijakan secara rinci dan terukur tentang beberapa Propenas
(Program Pembangunan Nasional). Rancangan APBN tahun 2001 adalah Repeta pertama
dari pelaksanaan Propenas yang merupakan penjabaran  GBHN 1999-2004,  di samping
merupakan tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.
Sejak repelita pertama (tahun 1969) hingga  repelita sekarang (tahun1999) telah terealisasi
beberapa program pembangunan yang hasilnya telah menyentuh seluruh aspek kehidupan
masyarakat, baik  aspek politik, ekonomi, sosial dan budaya. Meskipun realisasi
pembangunan telah menyentuh dan dinikmati oleh hampir seluruh masyarakat, namun
tidak berarti terjadi secara demokratis. Dengan kata lain, hasil-hasil pembangunan tersebut
belum mampu menjangkau pemerataan kehidupan seluruh masyarakat. Masih banyak
terjadi ketimpangan atau kesenjangan pembangunan maupun hasil-hasilnya, baik antara
pusat dan daerah atau dalam lingkup yang luas adalah kesenjangan antara Kawasan Timur
Indonesia (KTI) dan Kawasan Barat Indonesia (KBI), khususnya pada sektor ekonomi.
Salah satu kesenjangan di sektor ekonomi tersebut diantaranya adalah tidak meratanya
kekuatan ekonomi di setiap wilayah, seperti tidak meratanya tingkat pendapatan (per
kapita) penduduk, tingkat kemiskinan dan kemakmuran, mekanisme pasar dan lain-lain.
Dampak dari kesenjangan tersebut telah menimbulkan beberapa gejolak dalam bentuk
tuntutan adanya pemerataan pembangunan maupun hasil-hasilnya,  dari dan untuk setiap
wilayah di Indonesia. Untuk mengurangi bahkan menghilangkan kesenjangan tersebut
pemerintah telah menempuh beberapa kebijaksanaan pembangunan diantaranya dengan
memberlakukan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang
pada prinsipnya merupakan pelimpahan wewenang pusat ke
daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh
masing-masing daerah.
Khusus pada pengembangan Kawasan Timur Indonesia, pemerintah telah menempuh pula
suatu kebijaksanaan pembangunan sektor ekonomi untuk setiap kawasan andalan di setiap
propinsi KTI, yakni melalui Keppres Nomor 8 tahun 1996 dengan menetapkan 13 Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET). Aktualisasi dari pelaksanaan Keppres tersebut
adalah dengan pembentukan suatu lembaga khusus Dewan Pengembangan Kawasan
Timur Indonesia (DP-KTI), dan lembaga ini telah menetapkan Kawasan Pengembangan
Ekonomi Terpadu (KAPET) untuk wilayah andalan Propinsi   Sulawesi Selatan,   yakni
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Parepare yang meliputi lima wilayah,
yakni Kotamadya Parepare, Kabupaten Barru, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Sidrap, dan
Kabupaten Enrekang. Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Parepare
berpusat di Kotamadya Parepare.
Pertimbangan utama pembentukan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)
Parepare adalah dalam rangka memacu dan meningkatkan kegiatan pembangunan,
khususnya pada sektor ekonomi bagi daerah hinterland (sekitarnya) kelima Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Parepare tersebut dengan memberikan
peluang bagi para investor, baik investor asing maupun investor luar negeri untuk berperan
aktif secara lebih luas di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Hal ini ditegaskan dalam Keppres
Nomor 164 Tahun 1998 tentang Penetapan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu
(KAPET) Parepare, sebagai berikut:

Ditulis Oleh : Unknown // 20.07
Kategori:

0 komentar:

Posting Komentar