BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab I diuraikan
mengenai latar belakang yang mendasari dilakukannya penelitian, rumusan masalah
serta tujuan dan kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini.
A. Latar Belakang
Perkembangan
teknologi komunikasi dan informasi yang semakin pesat dewasa ini telah membuat
bola dunia terasa makin kecil dan ruang seakan menjadi tak berjarak lagi. Mulai
dari wahana teknologi komunikasi yang paling sederhana berupa perangkat radio
dan televisi hingga internet dan telepon genggam dengan protokol aplikasi tanpa
kabel, informasi mengalir dengan sangat cepat dan menyeruak ruang kesadaran
banyak orang. Perubahan informasi kini tidak lagi dalam skala minggu atau hari
bahkan jam melainkan sudah berada dalam skala menit dan detik dan ini dapat
diperoleh melalui sumber informasi yang disebut dengan internet.
Internet
merupakan kumpulan atau jaringan komputer yang ada diseluruh dunia. Melalui
teknologi ini, kita dapat merekam dan mendokumentasikan informasi melalui chip yang ada di komputer kemudian
digabungkan dengan telepon, komputer, dan modem. Perkembangan internet yang
begitu pesat dengan pemakai yang terus bertambah menjadikan aktivitas
komunikasi data dan informasi semakin mudah dan cepat. Dewasa ini, diperkirakan
ada lebih dari 30.000 jaringan dengan alamat lebih kurang 30 juta diseluruh
dunia (http://www.rad.net.id/homes/edward/intnasic/1.htm). Data statistik yang
diperoleh menunjukkan bahwa pada tahun 1995 terdapat 30 juta populasi pengguna
dan 100 juta pengguna pada tahun 1998. Diperkirakan tahun 2010 semua orang akan
terhubung ke internet dengan asumsi pertumbuhan setiap bulan
sebesar 10% (http://www.ai3.itb.ac.id/news/sejarah_networklain.html).
Di Indonesia, pengguna internet menurut data asosiasi
penyelenggara jasa internet di Indonesia (APJIT) tahun 1996 hanya 110.000 orang
dan tahun 2002 meningkat menjadi 220.000 orang. Hasil survei pengguna internet
tahun 1999 menunjukkan karakter pengguna internet di Indonesia berdasarkan jenis
kelamin di dominasi oleh kaum laki-laki dengan persentase hampir 90% sedangkan
kaum wanita hanya lebih kurang 10% (majalah internet, 25 Juli 2002). Hadirnya
penggunaan internet secara massal melalui sistem komunikasi yang
bermediasi komputer disebut oleh Rogers “teknologi media komunikasi baru”
(1986)
Lahirnya
teknologi komunikasi baru ternyata menggiring kita untuk menyebut abad ini
sebagai abad komunikasi massa karena setiap orang dapat berkomunikasi dengan
jutaan orang secara serentak dan serempak. Berlo (1975) dalam Fisher (1986)
menamakan ledakan informasi dan revolusi teknologi yang terjadi dewasa ini
sebagai “revolusi” dalam komunikasi. Dofivat
(1967) dalam Rahmat (1999) berpendapat bahwa teknologi komunikasi
mutakhir telah menciptakan apa yang disebut “publik dunia”. Liliweri (2003)
menyebut gejala ini dengan istilah masa budaya elektronik. Beberapa ciri dari
budaya elektronik yang dikemukakannya antara lain: (1) membagi informasi dengan
sangat cepat; (2) proses penggandaan dan banyak copy diperoleh dengan cara yang mudah; (3) satu copy dapat diakses oleh orang banyak;
(4) pelajaran baru kini disebut sebagai membaca linier; (5) ada semacam
konsensus yang berjangka waktu lama, tetapi dengan partisipasi yang lebih
seimbang; (6) menekan status dan tatanan sosial melalui tanda-tanda tertentu;
(7) etiket tidak terlalu kuat sehingga individu bebas memperluas norma-norma
yang dipertukarkan; (8) kerja kolaboratif bisa tepat pada waktunya dan jaraknya
lebih besar; (9) komunikasi dapat membagi aspek-aspek bidang lisan maupun
tulisan; (10) memberi sumbangan pada pembaharuan dan pemanfaatan organisasi
baru; (11) alat-alat khusus sangat diperlukan sebagai syarat untuk
berpartisipasi; (12) telah terjadi pengayaan informasi disatu pihak dan terjadi
jurang kemiskinan di pihak lain.
Teknologi komunikasi baru
ternyata juga memberi pengaruh terhadap meningkatnya bidang penelitian
komunikasi. Isu-isu yang dikaji telah dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi.
Salah satu bidang penelitian baru yaitu penelitian terhadap isi pesan e-mail (electronik mail) yang merupakan salah satu fasilitas yang paling
banyak digunakan di internet. Hal ini karena e-mail merupakan alat komunikasi paling murah dan cepat. Melalui e-mail kita dapat berhubungan dengan
siapa saja yang terhubung ke internet di seluruh dunia. Dalam berbagai survei Internet yang dapat
dilihat di http://dir.yahoo.com/computers
and_internet/statistics_and_Demograpgics/surveys, maupun dalam berbagai
kesempatan seminar dan diskusi, ternyata aplikasi tama yang digunakan pengguna
internet untuk berkomunikasi dan bersilaturrahmi bukan sekedar akses web.
Survei yang dilakukan oleh GVU (http://www.gvu.gatech.edu/user_surveys/)
terlihat bahwa 84% responden memilih e-mail
sebagai aplikasi yang paling penting di internet (Onno:2003).
Salah
satu kegunaan unik dari fasilitas e-mail
ini yaitu terdapatnya pengguna yang berada pada grup tertentu. Penggunaan e-mail untuk forum diskusi kelompok yang besar dikenal dengan
teknik atau aplikasi mailing list. Selanjutnya mailing list menjadi
aplikasi dasar utama dalam pembentukan berbagai komunitas cyber. Anggota
grup akan menerima pesan-pesan yang terkirim ke alamat group secara serentak.
Mailing list ini memberi setiap pribadi
suatu wewenang untuk mengirimkan berbagai pesan yang berisi aneka ragam pikiran
kepada ribuan orang tanpa disunting. Mailing list di sini berperan sebagai sebuah
laporan pelanggan berkesinambungan karena setiap orang tak henti-hentinya
menyumbangkan pandangan, pengalaman, peringatan melalui e-mail mereka.
Berawal
dari hal inilah kemudian muncul apa yang disebut dengan istilah “demokratisasi
informasi” yang memandang fasilitas ini benar-benar suatu forum demokratis
karena pada jaringan ini komunikasi setiap orang ditangani secara merata.
Ditambahkan lagi fasilitas komunikasi baru ini menjadi media diskusi antara
pihak-pihak dengan ideologi dan kepentingan yang berbeda-beda.
Demikian halnya
yang terjadi di mailing list
UNHAS-ML yang sejak 1 September 1999 telah dipenuhi berbagai pesan yang
beraneka ragam kandungan sosioemosinya, juga menjadi forum diskusi bagi
anggotanya.
Namun
sayangnya dari hasil pengamatan awal yang dilakukan, forum ini telah menjadi
arena perang simbolik untuk beberapa topik tertentu. Para anggota grup pada
umumnya telah terjebak beropini secara emosional dalam menonjolkan kerangka
pemikiran, perspektif, konsep dan interpretasi masing-masing dalam memaknai
suatu objek pesan. Akibatnya, lahirlah deskripsi atau eksplanasi yang bersifat
tendensius. Perdebatan yang terjadi pun menyiratkan tendensi untuk melegitimasi
diri sendiri dan mendelegitimasi pihak lawan. Terjadi pro dan kontra dan masing-masing
pihak memberi argumentasi pembenaran, bahkan sangat jelas siapa dan bagaimana
anggota-anggota grup mendukung atau menolak pemikiran anggota-anggota lain.
Gejala
komunikasi seperti ini dapat dilihat dari beberapa kutipan e-mail dari anggota mailing list UNHAS-ML berikut ini:
“Visi ozpek Setiap
tahun akademi baru zenior-zenior menyambut maba dan meneruskan visi yang telah
terbentuk (jangan tanya saya siapa yang membentuk visi yang sudah
terbangun…..karena saya harus mengontak sejumlah beliau-beliau dan meminta
mereka bercerita). Beberapa visi itu misalnya menumbuhkan rasa percaya diri
maupun rasa kebersamaan bagi mhs baru untuk menempuh kuliah, yang katanya lebih
berat dari masa sekolah menengah. Dan metode pemasukan visi ini adalah ozpek,
yang sebagian orang bilang in-doktrinasi ?
Metode ozpek
karena saya lulusan teknik, jadi pernah merasakan ozpek, maka bolehlah saya
bercerita sedikit tentang ozpek.
……………………………………………………………………………………………….Visi
agar memiliki kemauan kuat “ we are the champion” ini didasarkan pada kenyataan
bahwa kuliah di teknik memang berat.
Dan sedapatnya harus mengalahkan beban
kuliah ini…………………..Kemudian visi kebersamaan, agar anak daerah tidak minder terhadap
anak kota maka visi kebersamaan dicecoki kedalam kepala maba (kalau sekarang
mungkin fasilitas daerah tidak kalah dengan Makassar…?. (4657)
“Pak Tjaronge
“We
are the champion” mungkin memang benar. Tapi dalam soal belajar, tidak ada sama
sekali orientasi juara. Sejak masa belajarnya Aristoteles hingga ada Unhas
secara konseptual, yang dibutuhkan bukan juara. Yang ada hanyalah “berhasil”
atau “sukses”, seperti bapak hendak capai di negeri rantau. Tapi kalau Pak
Tjaronge mau “the champion” silakan saja. Tapi menurut saya, untuk komunitas
ilmiah, terlalu kampungan memuja “the champion”. Saya kira, kalau mahasiswa
teknik hendak “the champion”, mestinya dalam hal-hal yang berkaitan dengan
bidang studinya. Bukan ‘the champion’ memasang umbul-umbul tengkorak sepanjang
pintu I Unhas, atau mengecet dinding kampus dengan warna hitam-merah.……………...………………..
(4686)
…………….,
kita juga bisa bertanya apa syarat perlunya “We Are The Champion”. Sebab kalo
diklaim saja itu nda’ benar. Tentu ada pembenarannya, dan saya kira disinilah
intinya pada saatnya pada saat klaim itu diindoktrinasi. Mari kita tanya pada
saudara-saudara kita, “Why you klaim your self to be the champion”. Sebelum
dijawab, sebenarnya perlu disorot tentang keberadaan champion. Kalo
menurutSaudara W. Tjaronge, ini khan hanya untuk mahasiswa FT, saya kira ini
ndak sepenuhnya benar, sebab dengan menyebut diri ‘We Are The Champion’,
implisit ada “they”. They itu ndak champion. Implisist lagi, “We defeat them in
match”. Makanya dibilang macthnya kan nda’ ada. Kalo menurut sdr Maqbul Halim,
adopsi kata “champion’ implikasinya seolah-olah kita memandang proses belajar
sebagai pertandingan. Thus, ada pihak juara dan ada pihak ndak juara. Sebab
menyebut diri “We Are The Champion” secara tidak langsung bahwa “ I am better
than others”. (4689)
………………………………………………………………………………...
Saya
yang memilih dan memberikan pertama kali lagu “We Are The Champion” di Opspek
angjatan 1989, ini memang doktrin untuk mengukuhkan tekad JUARA dalam
pergulatan melawan sikap sombong, arogan (wakti itu saya membaca ada
kecenderungan sikap superior dari mahasiswa Teknik), huga juara
intelektualitasnya, tekad melawan ketidakadilan di kampus, KKN Di Kampus,
dosen-dosen yang bermental feodalis. Kami orang-orang dari fakultas teknik
BUKAN BINATANG tasrief, yang mengajarkan hukum rimba pada adik-adik. Kami juga
mendalami AGAMA. Ekses adalah konsekuensi yang mungkin terjadi dalam
implementasi suatu konsep. (4657)
Penelitian
yang berkaitan dengan isi pesan e-mail
telah dilakukan oleh para ahli. Rogers (1986) melakukan penelitian terhadap
pesan-pesan yang terposting di beberapa computer
bulletin board California.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui topik-topik apa saja yang
banyak melibatkan diskusi yang panjang sepanjang musim gugur tahun 1984. Penelitian Rogers tersebut menunjukkan bahwa
topik tentang keadilan dalam kinerja Presiden Reagen, agama dan undang-undang
di Amerika Serikat dan kegagalan beberapa satelit yang diluncurkan oleh
beberapa kapal angkasa Amerika Serikat merupakan topik-topik yang menjadi bahan
diskusi yang panjang.
Love
dan Rice dalam Rogers (1986) juga melakukan penelitian terhadap kandungan
sosioemosi isi pesan e-mail. Menurut
Love dan Rice dalam penelitiannya terhadap kelompok pengguna mailing list yang
berprofesi sebagai dokter, terdapat 30 persen dari 2347 kalimat yang diambil
dari 388 pesan yang dijadikan sampel penelitian, memiliki masing-masing
persentase yang berbeda untuk setiap jenis kandungan sosioemosinya. Jenis
kandungan sosioemosi yang paling banyak yaitu yang menunjukkan sosioemosi
solidaritas (18%) dari seluruh kalimat yang dijadikan sampel kemudian pemberian
informasi pribadi (8%).
Fenomena di mailing
list inilah yang menurut penulis menarik untuk diteliti. Mewakilkan opini
melalui perangkat elektronik menjadi suatu
0 komentar:
Posting Komentar