BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ekonomi Islam dan praktek ekonomi
Islam secara internasional maupun nasional tidak bisa dibendung lagi. Di
Indonesia, hal ini ditandai dengan pesatnya kajian dan publikasi mengenai
prinsip-prinsip dan praktek-praktek bank Syariah.
Perekonomian Islam dimulai dengan
kehadiran perbankan syariah sebagai lembaga keuangan yang berlandaskan etika,
dengan dasar al Qur’an dan Hadist. Tonggak utama berdirinya perbankan Syariah
adalah beroperasinya Mit Ghamr Local
Saving Bank 1963 di Kairo, Mesir. Saat ini, perkembangan lembaga
keuangan Syariah di dunia maju dengan
pesat. Bahkan lembaga keuangan konvensional yang notabene mengadopsi sistem
kapitalis mengakui keunggulan sistem Syariah
Dalam perkembangannya di Indonesia,
praktek perbankan Syariah bermula pada
tahun 1992, yang ditandai dengan beroperasinya Bank Muamalat Indonesia (BMI)
dan merupakan bank pertama yang menerapkan sistem bagi hasil. Pada saat krisis
ekonomi melanda Indonesia tahun 1998 dan memporak porandakan sendi sendi
perekonomian sehingga menyebabkan tingkat suku bunga dan inflasi tinggi, Bank Muamalat
sebagai Bank Syariah merupakan satu-satunya bank yang mampu bertahan dari badai
tersebut, sementara bank-bank konvensional yang terkena likuidasi.
Terjadinya likuidasi terhadap bank-bank
konvensional membuktikan bahwa perbankan dengan sistem riba (bunga) tidak dapat
mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan selanjutnya terjadi krisis
kepercayaan dari para nasabahnya. Kemudian, para nasabah (konsumen) mencari
alternatif perbankan yang dapat memberikan kepercayaan serta keamanan bagi
dirinya, dan perbankan Syariah merupakan suatu sistem alternatif untuk
mewujudkan kebutuhan nasabah tersebut.
Perbankan Syariah berkembang
pesat terutama sejak ditetapkannya dasar-dasar hukum operasional tentang
perbankan melalui UU No 7 tahun 1992, yang kemudian dirubah dalam Undang-Undang
No 10 tahun 1998. Undang-undang ini merupakan bentuk penegasan dari Bank
Indonesia sebagai otoritas moneter untuk menjamin kelegalan bank Syariah, dan
memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi bank Syariah, karena di dalamnya
dikelaskan bahwa dalam perbankan Indonesia dikenal sistem (dual banking
sistem), yaitu sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan Syariah.
Sebagai bentuk perwujudan dari
kebutuhan masyarakat terhadap perbankan bersistem Syariah, dan ditegaskannya dual
banking sistem pada perbankan nasional, dibukalah peluang bagi
pengembangan yang lebih luas terhadap operasional bank Syariah. Di antara bank-bank
konvensional yang membuka bank Syariah yaitu Bank Susila Bhakti yang sekarang
menjadi Bank Syariah Mandiri, dan belum lama ini mulai beroperasi penuh sebagai
Bank Syariah, Bank Tugu yang mengkonversikan diri menjadi Bank Syariah Mega
Indonesia, selanjutnya Bank IFI, BRI, baik yang beroperasi dikantor pusat
maupun cabang, Bank BNI, Bank Niaga, dan lainnya
Sejarah berdirinya perbankan Syariah dengan sistem
bagi hasil didasarkan pada dua alasan utama yaitu pertama, pandangan bahwa
bunga (interest) pada bank konvensional adalah hukumnya haram karena
termasuk kategori riba yang dilarang dalam agama. Kedua, dari aspek ekonomi,
penyerahan risiko usaha terhadap salah satu pihak dinilai melanggar norma
keadilan. Adapun balas jasa modal pada sistem bagi hasil bank Syariah,
diperhitungkan berdasarkan keuntungan dan kerugian yang diperoleh dengan adanya
kesepakatan pada ”akad” dan ini berlaku pada kreditur maupun debitur.
Bank Syariah dalam melaksanakan
kegiatan usahanya harus berdasarkan prinsip Syariah. Oleh karena itu, diperlukan
suatu dewan yang bertugas mengawasi jalannya praktek perbankan Syariah agar
benar-benar sesuai dengan koridor Syariah. Dewan tersebut dinamakan Dewan
Pengawas Syariah dibawah naungan Dewan Syariah Nasional MUI dan hal inilah yang
membedakan bank Syariah dari bank Konvensional.
Dalam perspektif jangka panjang,
pengembangan sistem perbankan Syariah diharapkan dapat menciptakan efisiensi
operasional dan memiliki daya saing yang tinggi dengan tetap berpegang pada
nilai-nilai Syariah, memiliki peran signifikan dalam sistem perekonomian
nasional serta memperbaiki kesejahteraan masyarakat. Kebijakan pengembangan
dapat dilakukan dengan pengembangan jaringan kantor di wilayah-wilayah yang
dinilai potensial. Indonesia, yang mayoritas penduduknya beragama Islam,
merupakan potensi yang luar biasa sebagai tempat tumbuh kembangnya kegiatan
ekonomi yang berbasis syariah. Potensi dalam hal ini dipandang dari sumber daya
dan aktivitas perekonomian suatu wilayah serta pola sikap dari pelaku ekonomi
terhadap produk dan jasa bank Syariah. Informasi mengenai pola sikap dan
karakteristik masyarakat terhadap perbankan Syariah menjadi alat yang efektif
untuk meningkatkan sosialisasi dan penetapan strategi pemasaran bagi bank-bank Syariah
yang akan beroperasi pada suatu wilayah.
Dalam upaya penciptaan efisiensi
operasional dan daya saing bank Syariah perlu diperhatikan pencapaian economies
of scale dan economies of scope
dari perbankan Syariah. Dalam kaitannya dengan hal ini perluasan cakupan pasar
dengan juga memberikan perhatian pada pasar rasional dan Cina non Muslim
menemukan relevansinya.
Sebagaimana kita ketahui, hingga saat ini
pengembangan perbankan Syariah semata-mata masih terfokus pada pasar spiritual,
yakni kelompok Muslim dan seolah hanya diperuntukkan bagi masyarakat Muslim di mana
mereka enggan untuk menjadi nasabah bank konvensional dengan bisnisnya yang menghalalkan
sistem riba (Bunga). Padahal, dalam konteks Indonesia, pasar Cina non Muslim
juga perlu diperhatikan karena selain memiliki potensi ekonomi yang cukup
besar, juga jumlahnya cukup signifikan. Bila
menilik kondisi demografis masyarakat Indonesia, terlihat persebaran yang
kurang merata, dimana terdapat wilayah-wilayah yang didominasi masyarakat Cina non
Muslim dan dari 220 juta masyarakat
Indonesia, produktivitas ekonomi didominasi oleh etnis keturunan Cina.
Sistem kapitalisme yang mengakar pada masyarakat Cina non-Muslim
Indonesia berdasarkan pada unsur pengumpulan individualisme dan kekayaan,
bercirikan kepemilikan individu. Di samping jiwa kapitalisme, dalam
penelitiannya Tjandradiredja (2002) dinyatakan bahwa pebisnis Cina pun memiliki
sikap yang kurang menyukai kerjasama.
Dalam sistem perbankan, sistem
kapitalis tersebut diterapkan pada bank
konvensional yang didasarkan pada adanya bunga (interest), keuntungan
dan kerugian dimiliki salah satu pihak. Dalam jangka panjang, perbankan
konvensional yang mengadopsi sistem kapitalis tersebut, akan menyebabkan
penumpukan kekayaan pada segelintir orang yang memiliki kapital besar. Sistem ekonomi
ini di bangun atas dasar materialisme. Disadari atau tidak, kegiatan ekonomi
yang tengah berlangsung saat ini dan telah mendunia menyebabkan krisis
perekonomian saat ini.
Berbeda dengan perbankan
konvensional, perbankan Syariah menerapkan sistem bagi hasil yang berprinsip
keadilan dan kesederajatan. Selain itu, dalam perbankan Syariah diterapkan pula
adanya sistem kerjasama (musyarakah), artinya keuntungan usaha dibagi
menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak (’akad).
Adapun mengenai larangan
riba, yang merupakan ciri dari sistem perbankan Syariah, ternyata memiliki akar
yang kuat pada ajaran-ajaran Cina non Islam. Menurut kalangan kristen, riba
merupakan tindakan kriminal, demikian juga pada ajaran hindu, budha. Penetrasi
terhadap segmen pasar ini diperkirakan akan lebih mudah bila mengingat bahwa
ajaran Hindu, Budha, dan Kristen pun terdapat ajaran akan larangan pemungutan
riba
Fenomena menarik, ketika sebagian
masyarakat Muslim masih memperdebatkan sistem perbankan Syariah (tanpa bunga), justru
pada PT. Bank Syariah Mega Indonesia, kalangan non Muslim beramai-ramai menikmati
produk bank tersebut. Mayoritas dari mereka adalah etnis keturunan Cina (Tionghoa).
Mereka adalah pedagang dan pebisnis yang menguasai perputaran uang di negeri
ini dan berjiwa kapitalisme.
Sebanyak ± 42% nasabah PT Bank
Syariah Mega Indonesia adalah kalangan Cina non Muslim, dan sebagian besar adalah
orang-orang Katolik, pengurus yayasan Kristen, dimana citra Islam dalam
pandangan mereka terkesan angker, Islam adalah kelompok garis yang keras dan
menakutkan. Kenyataan ini patut hargai, karena tidaklah mudah menarik nasabah
dari kalangan Cina non-Muslim yang berjiwa bisnis dan mempunyai akar yang kuat
pada sistem kapitalisme.
Melihat kenyataan tersebut,
penulis melakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi Etnis Cina non Muslim tertarik menjadi nasabah Bank Syariah Mega
Indonesia dan Implikasinya terhadap pengembangan pemasaran, di mana Penelitian
ini didasarkan pada teori-teori mengenai sikap, pengambilan keputusan.
Penelitian ini terutama
menggagas kemungkinan penerapan strategi pengembangan perbankan Syariah melalui
peningkatan fokus perhatian pada potensi nasabah dari kalangan Cina non Muslim
PT Bank Syariah Mega Indonesia yang merupaka nasabah rasional. Kendati
perbankan Syariah umumnya masih membidik para loyalis Syariah atau pasar yang
fanatik terhadap Syariah, namun PT Bank Syariah Mega Indonesia merupakan salah satu
diantara perbankan-perbankan Syariah yang mampu menggaet nasabah non Muslim sebanyak
± 42% dan sebagian besar beretnis Cina. Penelitian dilakukan dengan menggunakan
pendekatan kualitatif dan dilaksanakan dengan metode survey. Data digali dengan
menggunakan kuesioner disusun berdasarkan skala likert. Uji statistik menggunakan
faktor analisis.
Tingkat pertumbuhan nasabah PT
Bank Syariah Mega Indonesia yang tidak saja nasabah Muslim namun juga terdiri
dari kalangan non-Muslim yang beretnis Cina, dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal (Kotler, 1997)
terdiri dari
1. produk
2. harga
3. promosi
4. tempat
Faktor-faktor eksternal tersebut,
dikelompokkan dan diuraikan menjadi beberapa item yang akan ditanyakan kepada para
nasabah Cina non-Muslim dan ditambah pula dengan faktor Syariah yang terkait dengan
penelitian ini karena adanya penerapan sistem Syariah yang diterapkan
perusahaan PT. Bank Syariah Mega Indonesia. Berdasarkan teori tersebut, terbentuk
beberapa faktor yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan Etnis Cina non-Muslim
menjadi nasabah Bank Syariah Mega Indonesia. Hasil penelitian sebelumnya yang
telah dilakukan Samsuddin pada nasabah Bank Syariah Mandiri cabang Thamrin
dimana penelitiannya mencakup nasabah Muslim, menunjukkan bahwa faktor dominan yang mempengaruhi
keputusan nasabah adalah fasilitas dan pelayanan. Penelitian berikutnya oleh
Yunus (2004) dengan judul ”faktor-faktor yang mempengaruhi minat masyarakat
menggunakan jasa bank Syariah, studi kasus pada masyarakat Bekasi” dikatakan
bahwa beberapa hal yang menjadi pertimbangan masyarakat dalam memilih bank
sebagian besar didasarkan pada pertimbangan aksesibilitas, jumlah jaringan
kantor dan ATM, pelayanan bank dan aspek Syariah. Faktor tingginya bagi hasil
atau suku bunga sangat kecil mempengaruhi masyarakat Bekasi dalam memilih bank.
Hal tersebut merupakan salah satu pendorong penulis mengadakan penelitian lebih
lanjut dengan fokus etnis Cina non-Muslim, dimana
penelitian-penelitian sebelumnya hanya berfokus kepada mayoritas nasabah Muslim.
Adapun faktor-faktor yang telah terbentuk antara lain:
Faktor Promosi dan Sosialisasi
1.
Agar
keberadaan Bank Syariah dan kegiatannya dapat dikenal masyarakat luas, maka
perlu beriklan di media massa (TV dan Koran)
2. Promosi yang dilakukan di mal-mal
dapat menarik minat pengunjung
3. Promosi dikemas menarik dan lebih
kreatif agar masyarakat luas mau berkunjung
4. Sosialisasi/promosi melalui figur/sosok, misal, oleh beberapa
kalangan cendekiawan
5.
Sosialisasi produk dengan menonjolkan manfaat dari
suatu produk bank Syariah, melalui bahasa komunikasi yang dapat dipahami
konsumen
6. Informasi
tentang Bank Syariah Mega Indonesia
dalam bentuk brosur dan leaflet
Faktor
Lokasi
7.
Lokasi Bank Syariah Mega Indonesia yang sangat strategis
8.
Lokasi Bank Syariah Mega Indonesia di daerah yang aman
9.
Gedung Bank Syariah Mega Indonesia menarik, nyaman, dan
menyenangkan
10. Fasilitas
banyaknya cabang Bank Mega Syariah Indonesia di berbagai daerah
11. Fasilitas
banyaknya jaringan ATM Bank Syariah Mega Indonesia
Faktor
Pelayanan
12. Pelayanan
yang cepat dari karyawan/ti Bank Syariah Mega Indonesia
13. Penampilan
menarik karyawan/ti Bank Syariah Mega Indonesia
14. Perlakuan
yang ramah karyawan/ti Bank Syariah Mega Indonesia
15. Karyawan/ti
Bank Syariah Mega Indonesia
berperan membantu calon nasabah memberikan pemahaman mengenai pengetahuan
perbankan Syariah
Faktor
Return
16. Tingkat
pengembalian (bagi hasil) yang tinggi dari Bank Syariah Mega Indonesia
17. Rendahnya tingkat suku bunga bank
konvensional
Faktor
Syariah
18. Adanya larangan atas bunga karena
termasuk riba dan tidak adil
19. Penyimpanan dana dan Peminjaman dana
seperti Kredit usaha dan lainnya berdasarkan
penanggungan risiko bersama
Faktor
Produk
20. Produk Perbankan yang beragam,
menarik, dan inovatif
21. Fitur-fitur
pendukung/keuntungan yang terdapat dalam produk
1.2. Perumusan
Masalah
Kondisi-kondisi di atas sesungguhnya menyiratkan
gambaran yang lebih jauh dan serius mengenai makna Syariah secara universal. Perbankan
Syariah yang menganut sistem bagi hasil ternyata sesuai dengan ajaran-ajaran
yang dimiliki Cina non-Muslim, dan perbankan konvensional dengan sistem ribawi-nya (bunga) dianggap sebagai tindakan kriminal.
Secara budaya, berdasarkan
penelitian Tjandradiredja (2002), karakteristik etnis Cina non-Muslim enggan
untuk melakukan kerjasama, mereka mempunyai jiwa individualis. Disamping itu, secara
ekonomi, sistem yang mengakar kuat pada etnis Cina pada abad 19 yaitu sistem
kapitalisme yang merupakan sistem ekonomi politik dan cenderung pada
pengumpulan harta kekayaan semata, artinya
berdasarkan pada keuntungan semata. Hal ini sangat
sesuai dengan sistem yang diterapkan pada bank konvensional yakni penerapan
bunga (interest) sebagai keuntungan yang akan diberikan. Bagi nasabah
sebagai deposan, pihak bank yang menanggung risiko. Namun, bagi nasabah selaku
peminjam, seluruh risiko ditanggung peminjam. Jadi, yang memiliki kapital akan
semakin kaya. Sistem tersebut sangat kontras dengan apa yang menjadi
prinsip-prinsip perbankan Syariah yang memiliki unsur keadilan, penanggungan
risiko bersama, (kerjasama), tanpa mengeksploitasi satu sama lain. Artinya,
keuntungan dan kerugian ditanggung pihak bank dan nasabah,
Karakter ekonomi kapitalis yang lazim melekat
pada kalangan Cina non-Muslim, sewajarnya menjadikan Bank Konvensional sebagai
sarana investasi yang menjanjikan. Namun, pada
kenyataannya PT Bank Syariah Mega Indonesia mampu menarik nasabah
dari kalangan etnis Cina non-Muslim sebesar ±42%, dimana mereka memiliki perbedaan karakteristik budaya dengan
prinsip-prinsip yang diterapkan bank Syariah. Menariknya, kondisi ini justru tidak terjadi di Bank
Syariah lainnya.
Melihat kinerja PT. Bank Syariah
Mega Indonesia yang telah cukup berhasil membuktikan bahwa Bank Syariah bukan
bank khusus Muslim semata, maka penulis ingin mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi etnis Cina non-Muslim menjadi nasabah Bank Syariah Mega Indonesia.
Adapun
rumusan pertanyaan yang diungkapkan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi etnis Cina non-Muslim menjadi nasabah Bank Syariah
Mega Indonesia?
1.3. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah yang akan dibahas pada penelitian
ini adalah hanya terkait dengan nasabah PT. Bank Syariah Mega, dalam hal ini nasabah
“rasional” yang berasal dari komunitas Cina non-Muslim. Sejauhmana komunitas Cina
non Muslim mempunyai ketertarikan terhadap perbankan Syariah khususnya PT. Bank
Syariah Mega Indonesia, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Maka, penelitian
ini dibatasi pada khusus nasabah etnis Cina non-Muslim PT Bank Syariah Mega
Indonesia yang menggunakan jasa perbankan Syariah yakni jasa yang ditawarkan
PT. Bank Syariah Mega Indonesia.
1.4. Kerangka
Pemikiran
Kerangka
teori adalah fondasi yang mendasari pelaksanaan riset dan secara logis
membangun, menggambarkan dan mengelaborasi hubungan-hubungan (network of
association) antara variabel-variabel yang relevan terhadap permasalahan. Kerangka
teori ini diidentifikasikan melalui proses diantaranya interview, observasi,
dan tinjauan kepustakaan. (lihat Sekaran, hal 102, 2000).
Dalam pengambilan keputusan untuk membeli suatu
produk atau jasa, seorang konsumen melakukan beberapa tahapan, seperti diawali
dengan pengenalan terhadap kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif,
keputusan pembelian, dan perilaku setelah pembelian. (Kotler, 2000). Sebelum terjadi
proses pembelian, seorang konsumen akan dipengaruhi oleh beberapa faktor
eksternal untuk mengambil keputusannya
menggunakan suatu jasa atau produk. Faktor ekternal tersebut dikenal dengan marketing mix, diantaranya promosi,
harga, tempat dan produk. Adapun, faktor Syariah dilandasi oleh prinsip-prinsip
perbankan Syariah, yang melarang adanya praktek bunga (riba), dan hal ini sesuai dengan ajaran-ajaran selain Muslim.
Sejalan dengan pertumbuhan nasabah pada PT. Bank Syariah
Mega Indonesia, yang tidak saja terdiri dari nasabah Muslim, namun juga non Muslim,
maka kebutuhan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan
customer yang dalam penelitian ini ditujukan khusus pada Cina non Muslim untuk
menggunakan jasa bank Syariah amat dipelukan dalam rangka pengembangan
pemasaran selanjutnya. Kerangka teoritis tersebut kiranya dapat dipakai sebagai
alat untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan customer untuk menggunakan jasa
perbankan syariah Mega Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar